Sutha Manggala: Perancang Lambang Kerajaan Sintang yang Jadi Rupa Model Lambang Negara RI oleh Sultan Hamid II

Sutha Manggala, Sultan Abdurrahman 1887.Sultan Hamid I, kerajaan Sintang, Loh Gender, Darajuanti, Garuda Pancasila, Al Muqqaromah
  • Lambang kerajaan Sintang burung garuda.

SINTANG NEWS : Untung ada Kerajaan Sintang. Mengapa? Sebab lambang kerajaan, yang diciptakan seorang seniman lokal (Dayak) bernama Sutha Manggala, dijadikan model oleh Sultan Hamid II.

Untuk kemudian, dalam proses dinamikanya yang sempat 3 kali revisi, Sultan Hamid II disematkan sebagai pejasa di dalam proses kreatif menciptakan lambang negara Republik Indonesia tercinta: burung garuda. 

Namun, dari mana datangnya gagasan?

Diketahui bahwa Sutha Manggala adalah seorang seniman yang membuat patung burung Garuda dengan dua kepala yang berlawanan pandang pada masa kerajaan Sultan Abdurrahman pada tahun 1887. Patung ini kemudian brkembang menjadi lambang kerajaan Sintang. 

Baca 3 Wisata Danau Di Sintang Yang Sangat Indah Alamnya

Lambang kerajaan Sintang tersebut memiliki dua kepala, satu menyerupai burung asli dan satu lagi menyerupai kepala manusia. Lambang ini dianggap memiliki keterkaitan sejarah dengan Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia.

Sutha Manggala sang perancang lambang kerajaan Sintang  kerajaan Sintang idenya berasal dari pengamatan yang cermat pada bagian gantungan gong dari gamelan yang dijadikan barang antaran lamaran Patih Loh Gender kepada putri kerajaan Sintang, Darajuanti. Gantungan gong ini memiliki ukiran menyerupai burung Garuda, dengan dua kepala yang berlawanan pandang, satu kepala burung dan satu kepala manusia.

Sultan Hamid II adalah Menteri Zonder Porto Folio yang memimpin Panitia Lencana Negara yang dibentuk pada 10 Januari 1950 untuk merancang lambang negara Indonesia. Sultan Hamid II adalah salah satu tokoh yang terlibat dalam proses perancangan lambang negara tersebut.

Merunut sejarahnya, tiga kali penyempurnaan lambang negara ini. Tanpa menafikan yang pertama dan ketiga, penyempurnaan kedua cukup peting. Yakni ini: Partai Masyumi tidak setuju dengan gambar burung Garuda yang memiliki tangan dan bahu manusia yang memegang prisai karena dianggap terlalu berdasarkan mitologi. Sultan Hamid II kemudian memperbaiki gambar lambang Garuda sehingga menjadi Rajawali Garuda Pancasila.

Sejarah lambang kerajaan Sintang
Pada tahun 1948, lambang kerajaan Sintang, yang mencakup patung burung Garuda dengan dua kepala, dibawa ke Pontianak. Hal ini merupakan salah satu titik awal dalam melacak bagaimana lambang tersebut kemudian menjadi bagian dari lambang negara Indonesia.

Penulis di latar depan kerajaan Sintang: riset lokus sejarah.

Lambang kerajaan Sintang yang mirip dengan lambang negara Indonesia masih tersimpan di istana Al Muqqaromah Sintang dalam bentuk patung burung Garuda.

Syahdan, Sutha Manggala sang perancang lambang kerajaan Sintang  kerajaan Sintang idenya berasal dari pengamatan yang cermat pada bagian gantungan gong dari gamelan yang dijadikan barang antaran lamaran Patih Loh Gender kepada putri kerajaan Sintang, Darajuanti. Gantungan gong ini memiliki ukiran menyerupai burung Garuda, dengan dua kepala yang berlawanan pandang, satu kepala burung dan satu kepala manusia. (Lontaan, 1975; Masri Sareb Putra, 2015).

Informasi ini menggambarkan bagaimana sejarah lambang kerajaan Sintang dan kontribusi berbagai tokoh serta elemen-elemen budaya dalam proses perancangan lambang negara Garuda Pancasila. 

Dari narasi yang dibangun kerabat, dan para pengusul Sultan Hamid II menjadi pahlawan nasional, kental sekali nuansa bahwa Sultan Hamid II pantas menerima gelar itu karena jasanya. Namun, bersamaan dengan itu, tentu diingat pula jasa Sutha Manggala dan kerajaan Sintang.

Baca Kain Tenun Ikat : Daya Tarik Dayak Desa Ensaid Panjang

Namun, terlepas dari itu semua, entah diakui entah tidak. Yang pasti Sintang dan Pontianak (Kalimantan Barat) telah berjasa bagi keberadaan dan simbol republik ini.

Kini mari kita lihat, camkan dengan saksama, lambang kerajaan Sintang ini.

Bagaimana menurut penglihatan Anda? (Rangkaya Bada).

LihatTutupKomentar