Ketungau di Sintang dan Ketungau di Sekadau: Berbeda

Ketungau, Ketungau Tesaek, sungai Ketungau, Sintang, Sekadau, Ndai Abang, Alloy, Albertus, Istiany
  • Orang Ketungau Tesaek dalam upacara penyambutan tamu di Sekadau. Dok. Sintang News.

Pada tahun 2008, Alloy, Albertus, dan Istiany melakukan penelitian mengenai persebaran Ketungau Tesaek di wilayah Sintang dan Sekadau. 

Dengan Kode 059, para peneliti mengklasifikasikan bahwa Ketungau Tesaek mendiami Kecamatan Sekadau Hilir, Kecamatan Sekadau Hulu, dan sebagian kecil di Kecamatan Belitang Hilir. 

Para anggota suku ini tersebar di setidaknya 48 kampung yang berbeda. Jumlah penduduk atau komunitas mereka tercatat sebanyak 28.020 jiwa pada tahun 2008.

Baca Sutha Manggala: Perancang Lambang Kerajaan Sintang Yang Jadi Rupa Model Lambang Negara RI Oleh Sultan Hamid II

Penggambaran tentang Ketungau Tesaek oleh tim peneliti sangat singkat, hanya mencakup sekitar 2/3 halaman di buku yang terdapat pada halaman 210. 

Dalam buku yang berjudul Keberagaman Suku Dayak di Kalimantan Barat, Ketungau Tesaek hanya disinggung secara singkat. Masyarakat sering kali menyebut mereka sebagai orang Ketungau Sesae' atau Ketungau Sesat. 

Identitas ini adalah label yang diberikan oleh masyarakat kepada suku ini. Label tersebut mengisyaratkan bahwa suku ini berasal dari sekitar Sungai Ketungau yang berada di Kabupaten Sintang (2008: 210).

Terdapat catatan yang menyatakan bahwa klaim bahwa Ketungau Tesaek "berasal dari sekitar Sungai Ketungau yang terdapat di Kabupaten Sintang" memiliki sejarah yang berbeda dengan Ketungau yang dimaksud oleh Tim Peneliti dengan kode 058.

Dalam hal bahasa dan budaya, terdapat kesamaan antara Ketungau Tesaek dan Ketungau yang dimaksud oleh Tim Peneliti dengan kode 058. Ini disebabkan oleh perjalanan kelompok Ketungau Tesaek yang pada awalnya bergerak menuju Sungai Ketungau, namun kemudian berbalik ke muara Sungai Sekadau. 

Para pencari tanah baru melanjutkan perjalanan ke hulu Sungai Kapuas, hingga akhirnya mencapai Sungai Ketungau di wilayah Kabupaten Sintang saat ini. Di sana, mereka membangun rumah panjang. 

Rombongan yang berbalik dari Sungai Sekadau dilukiskan dalam perjalanan ini, "Abuh rayaek to berangkaek. To mudik ke ulu Kepuaeh. To ngigak betang Ketungau. Muek umah bebatang panjang."

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa Ketungau Tesaek memiliki sejarah perpindahan yang berbeda dengan Ketungau yang dimaksud oleh Tim Peneliti dengan kode 058, meskipun terdapat kesamaan dalam aspek bahasa dan budaya.

Jadi, Ndai Abang kembali ke muara Sungai Sekadau bersama dengan para pengikutnya (rayaek). Setelah itu, mereka melakukan perjalanan ke hulu Sungai Kapuas, dengan tujuan untuk menemukan Sungai Ketungau. Setelah berhasil menemukan Sungai Ketungau, mereka memutuskan untuk membangun rumah panjang di wilayah tersebut. 

Dengan demikian, perjalanan mereka menggambarkan langkah-langkah yang mereka tempuh, termasuk kembali ke muara Sungai Sekadau, perjalanan menuju hulu Sungai Kapuas, penemuan Sungai Ketungau, dan pembangunan rumah panjang di lokasi tersebut.

Baca Tebelian: Bandara Sintang Yang Mengandung Multimakna

Peta etnolinguistik yang disusun oleh Alloy, Albertus, dan Istiany pada tahun 2008, berhasil dengan cukup jelas menggambarkan persebaran suku Ketungau Tesaek (atau yang mereka sebut sebagai Ketungau Sesae'). 

Dengan menggunakan Kode 059, para peneliti berhasil mengelompokkan dan mengidentifikasi wilayah tempat Ketungau Tesaek mendiami. Mereka ditemukan tersebar di wilayah Kecamatan Sekadau Hilir, Kecamatan Sekadau Hulu, serta wilayah sebagian kecil di Kecamatan Belitang Hilir. Peta ini mengindikasikan bahwa suku Ketungau Tesaek tersebar di setidaknya 48 kampung yang berbeda di wilayah-wilayah tersebut. 

Selain itu, peta ini juga mencatat bahwa jumlah penduduk atau komunitas Ketungau Tesaek mencapai sekitar 28.020 jiwa pada tahun 2008. 

Dengan demikian, peta etnolinguistik ini menjadi sebuah sumber informasi yang sangat berharga dalam memvisualisasikan persebaran Ketungau Tesaek dan menggambarkan secara efektif lokasi dan jumlah penduduknya.

Sama Ketungau , entitas berbeda
Meskipun keduanya memiliki kata "Ketungau" sebagai subjek dalam subrumpun Iban yang sama, Ketungau Sintang dan Ketungau Tesaek di Sekadau merupakan dua entitas yang jelas berbeda dalam berbagai aspek. Perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lokasi Geografis: Salah satu perbedaan mendasar antara Ketungau Sintang dan Ketungau Tesaek adalah lokasi geografis tempat mereka berada. Ketungau Sintang mendiami daerah sekitar Sintang di Kabupaten Sintang, sementara Ketungau Tesaek berada di wilayah Sekadau, mencakup Kecamatan Sekadau Hilir, Kecamatan Sekadau Hulu, dan sebagian wilayah Kecamatan Belitang Hilir. 

Dengan lokasi geografis yang berbeda ini, keduanya telah mengembangkan identitas dan budaya yang unik sesuai dengan lingkungan tempat mereka berada.

Baca Kain Tenun Ikat : Daya Tarik Dayak Desa Ensaid Panjang

Meskipun sering kali disebut sebagai orang Ketungau Sesae', keduanya juga dikenal dengan nama lain, dan identitas mereka berbeda satu sama lain. Identitas sebagai "Dayak Ketungau Sesae'" atau "Ketungau Sesat" merupakan label yang diberikan oleh masyarakat terhadap suku ini. 

Sementara itu, Ketungau Sintang memiliki sejarah dan nama yang berbeda, dan karenanya, identitas mereka juga berbeda.

Sejarah perpindahan dan asal-usul keduanya juga berbeda. Meskipun keduanya memiliki beberapa kesamaan dalam bahasa dan budaya, perjalanan sejarah mereka mengarah ke lokasi geografis yang berbeda. Misalnya, Ketungau Tesaek, dipimpin oleh Ndai Abang, melakukan perjalanan yang mencakup kembali ke muara Sungai Sekadau, perjalanan ke hulu Sungai Kapuas, dan penemuan Sungai Ketungau di wilayah Sekadau.

Oleh karena itu, meskipun keduanya berasal dari subrumpun Iban yang sama, Ketungau Sintang dan Ketungau Tesaek di Sekadau adalah dua entitas yang berbeda dengan sejarah, budaya, dan identitas yang unik. 

Perbedaan-perbedaan ini mencerminkan kompleksitas dan keragaman dalam kelompok etnis yang ada di daerah tersebut. (Rangkaya Bada)

LihatTutupKomentar